Tuesday, September 17, 2013

Waspada terhadap aktivitas vulkanis Gunung Merapi


Waspada terhadap aktivitas vulkanis Gunung Merapi
              Then return to Indonesia. This is called the Ring of Fire. Most of the world's earthquakes and volcanoes happen here. Many Indonesian islands were once volcanoes.  The country has more than 125 volcanoes that still erupt. ( robin lim, 2010:9)
              Dalam buku Robin Lim di atas, maka dapat kita ketahui bahwa Indonesia temasuk ke dalam daerah Ring of Fire. Yang artinya sebagian besar gempa bumi di dunia dan gunung berapi terjadi di sini. Banyak pulau-pulau yang ada di Indonesia dulunya gunung berapi dan Indonesia memiliki lebih dari 125 gunung berapi yang masih meletus.
              Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara
              Berikut ini kronologi kejadian erupsi Merapi tahun 2010 : Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
              Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan. Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
              Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km.[1]
              Dari kronologi meletusnya gunung merapi tahun 2010, seharusnya penduduk di lereng Merapi dapat mengambil pengalaman berharga dari fenomena alam tersebut. Karena fenomena alam itu tidak bisa di prediksi, maka akan lebih baik jika mereka meningkatkan kewaspadaan dalam menghadapi fenomena alam seperti ini.
            Jika dilihat dari segi agama, maka bencana letusan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menelan banyak korban jiwa adalah merupakan ketetapan dari Tuhan atau sering kita sebut dengan takdir. Akan tetapi, jika dilihat dari segi kenyataan atau realitas munculnya bencana yang menelan banyak korban jiwa tersebut tidak bisa dipisahkan dari tingkah laku atau sikap manusia itu sendiri dalam menghadapi situasi seperti ini. Padahal apabila para masyarakat mau mentaati instruksi dari pemerintah untuk segera mengungsi, maka jumlah jatuhnya korban jiwa dapat di minimalisir. Peran pemerintah pada situasi seperti ini juga sangat besar, seharusnya pemerintah mampu untuk meyakinkan masyarakat di lereng Merapi untuk segera mengungsi. Dan pemerintah juga harus menyiapkan lokasi pengungsian yang aman dan layak bagi penduduk serta harus dilengkapi dengan kebutuhan makanan dan obat-obatan.
Dari sudut pandang geografi, seharusnya pemerintah dan masyarakat dapat menanggulangi musibah tersebut supaya dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa, misalnya dengan mengetahui tanda-tanda gunung merapi akan meletus (seperti meningkatnya suhu di sekitar gunung merapi, dll), selain mengetahui tanda-tanda, masyarakat juga harus mempersiapkan lokasi yang aman untuk mengungsi, supaya jika sewaktu-waktu terjadi bencana, mereka dapat langsung menuju lokasi tersebut. Kemudian jika masyarakat sudah mengetahui bahwa gunung akan meletus maka segeralah menuju tempat pengungsian tersebut.
Adapun jika gunung berapi sudah terlanjur meletus, maka yang dapat masyarakat lakukan adalah menghindari daerah yang rawan bencana, seperti lereng, lembah, dan daerah aliran lahar. Untuk itu, masyarakat harus sudah mengetahui atau memahami peta kawasan rawan gunung api yang biasanya di terbitkan oleh instansi yang berwenang. Dan jangan lupa untuk selalu melindungi tubuh dari debu vulkanis dengan pakaian tertutup, masker, dan kacamata. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah selalu meningkatkan kewaspadaan.

Referensi :
Lim, Robin. 2010. Indonesia. Minneapolis: Lerner
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi diakses hari sabtu 5 oktober 2012 pukul 05:39
·        Rangkaian kejadian/ fenomena letusan Gunung Merapi berdasarkan :
a.       Ruang Lingkup Geografi
                  Meningkatnya aktivitas vulkanis Gn. Merapi yang terletak di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada tanggal 20 september - 15 November 2010 yang disertai dengan beberapa kali erupsi hingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Menurut Kompas.com Secara keseluruhan telah tercatat 198 korban jiwa. Namun RSUP Dr. Sardjito pun mencatat masih ada 257 orang yang dinyatakan hilang. Dengan asumsi mereka turut jadi korban jiwa, maka total korban yang direnggut letusan Merapi 2010 ini mencapai 450-an, terbesar dalam 80 tahun terakhir.
                  Dari kejadian tersebut, seharusnya pemerintah melakukan evakuasi total dan tidak bisa menawar lagi jika masih ada warga yang ingin bertahan di tempat tinggal mereka. Dan masyarakat juga tidak boleh menyepelekan status “awas” gunung Merapi ini. Ada sebagian yang mau dievakuasi, akan tetapi banyak juga yang menolak. Seharusnya pemerintah tidak hanya menginstruksikan masyarakat untuk mengungsi saja, akan tetapi pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana yang layak dan nyaman di pengungsian. Dari pernyataan tersebut, karena periode letusan gunung Merapi adalah 3-5 tahun sekali, maka diharapkan untuk erupsi-erupsi merapi selanjutnya dapat lebih diwaspadai dan jatuhnya korban jiwa dapat ditekan, atau mungkin dihilangkan.
b.      Prinsip-prinsip Geografi yang digunakan
                  Untuk menganalisa fenomena ini prinsip geografi yang dapat digunakan adalah prinsip korologi. Karena prinsip korologi merupakan fenomena alam dan manusia yang dikaji penyebarannya, interelasinya, dan interaksinya dalam satu ruang. Dalam hal ini, interelasi antara fenomena alam erupsi Gunung Merapi dan pola persebaran masyarakat di lereng Merapi yang cukup padat. Hal itu dikarenakan daerah lereng Merapi yang subur sehingga mayoritas masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani dan peternak yang memanfaaatkan lahan subur di sekitar Merapi tersebut. Akan tetapi, penduduk di sekitar Gunung Merapi juga harus menyadari bahwa dalam hidup berdampingan dengan salah satu gunung teraktif di Indonesia ini harus waspada. Mereka harus tahu bahwa bahaya selalu mengancam mereka. Karena daerah sekitar Merapi rentan akan resiko yang ditimbulkan jika Merapi mengalami erupsi, baik itu resiko korban jiwa, harta, maupun penurunan mental.
c.       Pendekatan yang cocok untuk menganalisa fenomena letusan gunung merapi tersebut adalah dengan menggunakan pendekatan keruangan (spasial)
                  Seperti yang kita ketahui bahwa populasi penduduk di lereng Merapi cukup padat, maka penduduk di daerah ini sangat rentan terhadap bahaya erupsi merapi. Jatuhnya korban jiwa akibat erupsi merapi tahun 2010 kemarin, harus diakui menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan masyarakat. Saya merasa masyarakat tidak menaati instruksi pemerintah yang memberikan status “Awas” terhadap aktivitas vulkanis Gunung Merapi saat itu. Di pihak lain pemerintah di nilai lambat dalam melakukan penegasan terhadap proses evakuasi. Pemerintah juga seharusnya segera mengumumkan tanggap darurat bencana begitu status “Awas” terhadap Gunung Merapi terjadi. Itulah mengapa pengumuman tanggap darurat sangat diperlukan dalam penanganan bencana. Fenomena erupsi Merapi 2010 seharusnya menjadi evaluasi bagi semua pihak agar tak mengesampingkan status “Awas” dalam suatu aktivitas vulkanis Gunung Berapi.
                                                     
d.      Dari pengkajian kejadian tersebut, maka akan menghasilkan konsep yang bermanfaat bagi kehidupan, yaitu konsep keterkaitan keruangan.
                  Keterkaitan antara fenomena erupsi gunung Merapi dengan jatuhnya korban jiwa akibat erupsi tersebut merupakan suatu keterkaitan keruangan. Penduduk yang memilih tempat tinggal di daerah sekitar Merapi, karena daerah di sekitar Merapi memiliki lahan subur yang melebihi daerah lain, akan tetapi di samping itu Merapi juga menyimpan bahaya yang sewaktu-waktu dapat mengancam mereka. Dari hal tersebut, seharusnya penduduk menyadari bahwa meskipun kita tidak dapat mencegah bencana alam namun kita dapat memperkirakan waktu dan tempat bencana alam terjadi, sehingga kerugian bagi manusia dapat dikurangi. Selain itu mempelajari geografi berarti mempelajari keadaan wilayah, sehingga pemahaman kita terhadap keadaan wilayah sekitar Gunung Merapi diperlukan  agar dapat mengolah sumber daya alam yang ada dan mewaspadai jika terjadi suatu bencana alam. Khusus bagi penduduk sekitar merapi, mereka harus memahami peta kawasan rawan gunung api yang biasanya di terbitkan oleh instansi yang berwenang, sehingga mereka tahu di mana tempat yang aman bagi mereka ketika terjadi bahaya.


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi diakses hari sabtu 5 oktober 2012 pukul 05:39

No comments:

Post a Comment